Aku tak terlalu ingat jelas, kapan aku mulai kenal yang namanya junk food dan fast food. Mungkin pas remaja. Dan memang waktu itu di kotaku, makanan seperti itu hampir tidak ada. Yang ada ya makanan biasa, seperti soto, pecel, rawon, rujak petis, tahu telor, mi (goreng/rebus), bakso, dll. Waktu aku kecil, belum ada yang namanya ayam goreng Kentucky atau semacamnya. Jadi, kalau orang tuaku mengajak kami sekeluarga makan di luar, biasanya ya makannya soto atau bakso. Seingatku, yang paling sering kami kunjungi adalah soto atau bakso Pak Jan, depan kolam renang Purboyo. Sering itu bukan berarti setiap akhir pekan kami andok makan di luar. Tidak. Bisa bangkrut nanti. Tapi mungkin ya … sebulan sekali.
Kadang-kadang kalau tidak pergi keluar bersama-sama, Bapak akan pergi ke Kedai Pak Jan itu sambil membawa rantang aluminium untuk beli soto atau bakso di situ. Lebih ramah lingkungan ya? 🙂
Nah, menginjak remaja, seingatku mulai ada iklan-iklan tentang makanan cepat saji. Dan entah bagaimana aku mulai tahu tentang ayam dan kentang goreng, yang disajikan dengan minuman bersoda. Kalau lihat di iklan, kok tampaknya enak betul. Karena di kotaku belum ada makanan seperti itu, aku hanya bisa menikmatinya kalau sedang liburan ke Jogja. Seingatku dulu di Jalan Solo, dekat Museum Affandi ada Gelael dan di situ ada gerai ayam goreng Kentucky. Tapi bukan berarti, setiap ke Jogja lalu makan ayam goreng itu. Tidak. Tapi rasanya aku suka sekali kalau diajak makan ayam goreng itu. Rasanya seperti “naik pangkat”, mendadak seperti mbak-mbak atau mas-mas cakep di iklan-iklan makanan cepat saji itu. *Halah, lebay!*
Suatu ketika, dikabarkan ada gerai CFC hadir di kotaku. Mendadak gerai itu jadi tempat makan favorit. Senengnya minta ampun kalau bisa makan ke situ.
Sekarang waktu tinggal di Jakarta, aku jadi sangat biasa menjumpai gerai makanan semacam itu. Apalagi di sini di tiap sudut jalan ibaratnya ada mal. Dan di dalam mal, pasti ada gerai makanan cepat saji. Lalu apakah aku jadi lonjak-lonjak kegirangan kalau lihat dan mampir makan di gerai semacam itu? Sayangnya tidak. Kalau aku makan ayam goreng atau mampir makan di gerai makanan cepat saji, itu berarti selera makanku lagi error. Kacau. Alias, aku tidak tahu mau makan apa. Dan kadang aku makan di tempat seperti itu semata-mata karena tidak punya pilihan lain atau karena diajak teman (dan temanku maunya cuma makan ayam goreng).
Kalau mau jujur, sepertinya aku sudah sampai tahap bosan melihat fast food dan junk food itu. Bukan bosan karena dulu sering makan. Enggak juga. Wong nyatanya aku juga tidak sering makan junk food/fast food. Mungkin kebosananku itu karena menurutku, makanannya begitu-begitu saja. Dan belakangan, aku sering bermasalah dengan rasa gurihnya. Menurutku makanan-makanan itu terlalu asin. (Padahal aku suka makanan asin dan gurih.) Atau vetsinnya sudah terlalu banyak ya? Entahlah.
Akhirnya sekarang kalau makan di luar dengan suamiku, kami justru lebih memilih makanan Indonesia. Favorit kami adalah masakan Padang atau masakan Menado. Menurutku, makanan Indonesia rasanya lebih nendang. Rasanya juga lebih kaya, mungkin karena bumbunya macam-macam.
Hmm … kalau kamu, suka fast food/junk food atau makanan Indonesia?