Dalam menyetel radio, aku kadang mengganti-ganti saluran radio. Salah satu radio yang kudengarkan adalah Green Radio. Beberapa hari ini penyiar melontarkan pertanyaan yang kujadikan judul di atas. Jawabannya bisa dikirimkan via SMS ke 0813 81000 892. Eh ini bukan pesan sponsor loh. Siapa tahu ada yang juga tertarik untuk mengirim SMS tentang harapannya terhadap Jakarta 30 tahun mendatang, terutama soal tata ruang dan wilayah. Selain lewat SMS ke nomor itu (itu nomor Green Radio), bisa coba ikut survey-nya dengan meng-klik blog koalisi jakarta di sini.
Aku tertarik dengan pertanyaan itu. Tertarik untuk menjawab dengan panjang lebar. Tapi kalau lewat SMS saja kan tidak bisa berpanjang-panjang dalam menulis. Tadi aku sudah mengirim SMS sih, tapi biar lebih jelas dan puas “curhatnya”, kutulis saja di sini.
Sebagian orang–mungkin sebagian besar ya–berharap bahwa Jakarta 20 tahun mendatang tidak lagi macet, tidak banjir, dan angkutan umum semakin baik. Oke, setuju atas semuanya itu. Kemacetan yang sudah jadi trademark Jakarta betul-betul membuat kota ini tidak efektif. Bayangkan, jika Jakarta sudah kumat macetnya, maka aku harus rela menikmati menjadi “sarden” dalam kendaraan umum. Dan, tahu sendiri kan, bagaimana ajaibnya kendaraan umum Jakarta ini? Kadang sopirnya mengemudikan kendaraan dengan tak karuan, kadang penuh berjubel, dan kadang disusupi anak-anak yang menyodorkan amplop dengan tulisan sok melow agar kita memberi uang ke mereka. Belum lagi kalau habis hujan, maka bersiaplah untuk menikmati genangan air yang terjadi di mana-mana sehingga kendaraan di jalan raya akan tersendat-sendat jalannya.
De yure, aku bukan warga Jakarta. KTP-ku masih dikeluarkan daerah asalku. Soalnya mahal sih bikin KTP di Jakarta. Dua ratus lima puluh ribu, itu harga yang dipatok oleh Pak RT. (Heran, untuk apa saja sih uang sebanyak itu?) Bagaimanapun, sudah kira-kira dua tahun ini aku mencicipi keadaan ibu kota nan megah ini. Loh, ini bukan nyindir lo. Ibu kota ini memang megah, karena besar dan luas. Orang-orang bilang, apa saja ada di Jakarta. Mal ada. KRL ada. Kemacetan lalu lintas ada. Polusi juga melimpah. Lengkap deh! (Kalau ini nyindir beneran deh… hihi.)
Well, tapi sebenarnya apa sih harapanku akan Jakarta 20 tahun lagi? Hmmm… 20 tahun lagi itu bisa lama, bisa pula cepat. Dan 20 tahun lagi itu berarti umurku sudah kepala lima. (Weks?) Dan sebenarnya di usia segitu, aku tak ingin tinggal di Jakarta kok. Itu pengennya sih. Entah nanti bagaimana. Tapi entah aku akan di Jakarta atau tidak, inilah harapanku tentang Jakarta 20 tahun ke depan:
1. Penduduknya tidak sebanyak sekarang.
Aku merasa Jakarta ini sudah terlalu padat. Rasanya di mana-mana terdapat kerumunan orang. Orang yang terlalu banyak, tentu maunya juga banyak. Dan itu lebih susah diatur. Jika long weekend, atau minimal di hari libur biasa saja, kadang jalanan Jakarta agak lengang lo. Buatku itu lebih nyaman.
2. Tidak menjadi pusat bisnis sekaligus pusat pemerintahan.
Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, aku bersebelahan dengan seorang anak muda. Dia mengaku seorang musisi yang baru akan menjajal kemampuannya di Jakarta. Dia bilang, untuk bisa punya album dan benar-benar bisa mengembangkan karier musik, orang mesti ke Jakarta. Aku tak tahu industri musik itu bagaimana. Tetapi kupikir ada sejumput kebenaran dalam pernyataannya itu. Selain itu, banyak kawanku yang akhirnya terdampar di Jakarta, dan tidak bisa kembali ke daerah karena di Jakarta lapangan pekerjaan begitu melimpah. Kamu bisa jadi kutu loncat, berpindah-pindah pekerjaan dengan lebih mudah di Jakarta. Jika di daerah? Lapangan pekerjaan jumlahnya tidak semelimpah Jakarta. Aku pikir, itu karena Jakarta adalah pusat bisnis dan pemerintahan. Jika pusat pemerintahan dipindah, mungkin akan memberi dampak. Setidaknya, Jakarta mesti berkoordinasi dengan daerah-daerah lain. Setidaknya bagi-bagi rejeki lah buat daerah lain. Ini cuma analisaku yang bodoh, sih. Mungkin bisa dikoreksi jika aku keliru.
3. Kurangi mal, perbanyak taman atau hutan kota yang bisa diakses secara cuma-cuma oleh masyarakat.
Konon kabarnya, di Jakarta ini ada 130 mal. Padahal di kota-kota besar negara lain, jumlah malnya tidak sampai 100 loh. Dan 130 mal di Jakarta itu sepertinya masih akan bertambah lagi. Sebenarnya adanya mal itu tak apa, tapi mbok ya jangan banyak-banyak. Sampai sekarang aku tak mengerti, buat apa mal sebanyak itu. Apalagi tidak semua mal itu ramai dan banyak orang berbelanja di situ. Lebih enak kalau banyak taman atau hutan kota, di mana orang bisa “ngadem” atau refreshing murah meriah. Lagi pula, taman atau hutan kota itu bisa jadi lahan terbuka hijau yang bisa untuk menyerap air hujan, kan? Ini kurasa bisa jadi “warisan” yang berharga untuk generasi mendatang.
4. Tata Air yang baik.
Air akan menjadi masalah utama dunia di dekade-dekade mendatang. Jakarta saat ini belum berbenah menghadapi masalah besar ini. Air tanah masih disedot habis-habisan tanpa perhitungan, padahal lahan untuk serapan air semakin berkurang. Beberapa daerah di Jakarta sudah merasakan akibatnya dengan merembesnya air laut ke dalam persediaan air tanah (kualitas air tanah Kelapa Gading dan sekitarnya sudah jelek), dan amblesnya beberapa bangunan seperti di Sarinah. Sementara itu, pengelolaan limbah cair domestik lewat permukaan dengan saluran drainase juga tidak dikelola. Air got yang tidak mengalir masih banyak terdapat di mana-mana (padahal, katanya sih Jakarta dapat Adipura terus, tapi kenyataan tidak bisa berbohong). Sepertinya Dinas PU tidak tahu bagaimana mengatur tata air sehingga hujan setengah jam saja tidak mampu ditampung saluran air sehingga meluber ke jalan. Mendambakan Jakarta mampu menerapkan sistem pengolahan limbah cair tertutup seperti di Hong Kong (seluruh limbah cair di sana diolah kembali sehingga bisa dikatakan mereka meminum air kencingnya sendiri seminggu kemudian) nampaknya masih mimpi.
5. Bangun perpustakaan modern dong!
Selain perpustakaan nasional dan perpustakaan yang ada di Diknas, aku tak tahu di mana lagi perpustakaan yang cukup besar di Jakarta ini. Aku tak tahu, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun perpustakaan yang bagus. Tapi jika mampu membangun 130 mal, tentu bisa juga membangun ya, minimal 10 perpustakaan modern lah. Di perpustakaan itu, masyarakat bisa membaca dan meminjam buku-buku terbaru yang bisa menambah wawasan mereka, mengakses internet dengan murah, berdiskusi, dll.
6. Tidak banjir, tidak macet, dan kendaraan umum sudah sangat baik.
Usul ke-6 ini rasanya adalah harapan umum. Khusus untuk kendaraan umum, usulnya sih perbanyak kereta (KRL). Kendaraan umum juga bisa benar-benar diandalkan, misalnya tidak ngetem lagi di pinggir jalan sehingga menimbulkan kemacetan, jam keberangkatannya juga tepat waktu, penumpangnya tidak berjubel.
Rasanya enam itu dulu deh harapanku. Jika tulisan ini tidak terbaca oleh pihak-pihak yang berkepentingan, setidaknya aku tidak cuma memendam usulku dalam hati.
Nah, kalau kalian sendiri, pengennya Jakarta jadi seperti apa sih 20 tahun mendatang?