Buku Harian dan Tulisan tangan

Sejak sering menggunakan komputer untuk bekerja, aku jarang sekali menulis dengan tangan. Biasanya aku menulis dengan tangan hanya saat menulis pesan atau catatan kecil, misalnya daftar belanja. Kadang kalau lagi mau dan ingat, aku menulis catatan harian di agenda kecilku. Tapi yang kutulis sedikit sekali di agenda itu karena memang ruang per hari untuk menulis tidak banyak. (Jadi kepikir tahun depan beli agenda tahunan yang lebih besar, jadi nulisnya lebih puas.) Jadi, aku hanya menulis hal-hal penting saja, seperti misalnya hari ini ketemu siapa, atau sudah mengerjakan apa.

Aku sebetulnya sudah agak jarang menulis di buku harian, karena kayaknya kok agak lebay ya? Haha. Tapi karena di awal tahun aku dapat agenda tahunan ya aku pakai saja. Dan pas aku buka-buka lagi agenda kecilku itu, aku jadi melihat ada gunanya juga nulis hal-hal sepele begitu. Minimal aku jadi tahu, aku sudah bayar sampah atau belum, sudah bayar iuran RT atau belum, dll. Hehe, ibu-ibu banget ya? 😀 Tapi tetep belum rutin nulis di situ. Pengennya lebih rutin lagi.

Ngomong-ngomong soal buku harian, waktu aku masih kerja kantoran dulu, aku pernah terlibat dalam proyek pembuatan buku planner untuk remaja. Ya, agenda harian gitu deh, simpelnya. Kayaknya sederhana ya, cuma bikin agenda doang. Apa susahnya sih? Susahnya adalah membuat agenda yang menarik dan bagaimana caranya bersaing dengan agenda-agenda yang sudah beredar di pasaran. Apalagi sasarannya remaja, yang berjiwa dinamis. Tahu sendiri kan, kalau di pasaran itu agenda untuk remaja itu macam-macam desainnya. Warna-warni. Harganya juga bersaing. Jadi, mesti putar otak supaya agenda yang kami keluarkan nanti menarik.

Akhirnya dalam agenda itu kami sisipkan tulisan-tulisan yang menarik. Misalnya, artikel tentang menata waktu, menata keuangan, humor, dll. Lalu cari puisi dan kata-kata mutiara yang menarik juga. Ternyata ribet juga lo, bikin selipan-selipan sederhana seperti itu. Tapi menyenangkan sih.

Ini penampakan agenda buatan kami.
Mejeng tulisan sendiri 😀

Oya, balik ke buku agendaku sekarang. Meskipun jarang mengisi agenda, tapi aku kok selalu merasa senang ya baca-baca tulisan sederhana yang pernah kutulis di agendaku. Kupikir-pikir, menulis agenda itu jadi salah satu caraku supaya tidak lupa menulis dengan tangan. Biar tulisanku tetap terbaca hehe. Soalnya terasa sekali bedanya kalau aku lama tidak menulis tangan. Agak kagok.

Kemarin aku ikut pelatihan yang diselenggarakan HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia). Cerita tentang pelatihan itu, bisa dibaca di sini. Meskipun membawa laptop, aku tetap nulis pakai tangan. Ketika pembicara menyampaikan hal penting, aku lebih cepat merekamnya pakai tulisan tangan (dibandingkan jika harus mengetik di laptop). Aku senang menyadari hal ini karena aku ternyata belum meninggalkan kebiasaan menulis dengan tangan.

Ada satu hal yang masih melekat di benakku berkaitan dengan pelatihan kemarin dan soal tulisan tangan. Kemarin sebelahku adalah seorang bapak. Sudah cukup berumur kukira menilik penampilannya. Aku salut dia mau mengikuti pelatihan tersebut, karena itu menunjukkan dia masih mau belajar kan? Belajar sampai tua! Tidak semua orang mau dan punya energi melakukannya. Kemarin sempat kulirik catatannya. Tulisannya (maaf) jelek. Dia mengatakan bahwa dia agak kesulitan untuk menulis tangan. Dan aku sempat memerhatikan dia ketika menulis; tangannya gemetar dan sepertinya memang dia kesulitan sekali untuk menulis. Oh, oh … aku jadi tersentuh melihat itu. Kalau aku tua, apakah aku masih bisa menulis tangan dengan baik ya? Ternyata menulis tangan itu termasuk satu hal yang perlu kusyukuri. Aku ingin lebih sering lagi menulis tangan.

12 thoughts on “Buku Harian dan Tulisan tangan

  1. wah setuju sekali dengan artel ini nih… memang sudah lama sekali kita tidak menulis tangan. saya sudah jarang sekali.. terakhir menulis panjang panjang hanya pas kuliah saja….sudah lama sekali ya… kayaknya memang harus dibiasakan untuk menulis lagi nih…

    iya, biar nggak lupa. *halah segitunya ya?* hehehe. enak juga lo nulis tangan.

  2. Aku pada dasarnya memang tidak bagus dalam menulis dengan tangan, sehingga ketika berkenalan dengan mesin tik dan terus berlanjut dengan komputer, maka kemampuan menulis tanganku semakin menurun dan bisa dikatakan payah. Walau aku sadar bahwa menulis tangan itu penting, namun entah mengapa, bagiku menulis tangan itu sebuah siksaan. Paling aku bisa bertahan satu-dua paragraf, selebihnya sudah tidak fokus lagi…

    Kalau aku kayaknya malah susah deh nulis pakai mesin ketik. Lebih mudah pakai tulisan tangan atau sekalian komputer. Tapi nulis pakai tangan kurasa belakangan ini kok enak juga ya.

  3. iya sejak udah ada komputer jadi jarang banget nulis tangan ya. padahal dulu gua tuh tulisannay bagus dan cepet. tapi sekarang kalo nulis tangan jadi kayak cakar ayam dan bentar udah pegel. hahaha.

    dulu aku termasuk murid yang paling sering dipinjem catatannya. hehehe. *bangga* sekarang kayaknya tulisanku nggak sebagus dulu deh.

  4. Aku ga suka menulis ,,, lebih suka mendengar.. jadi kalau ikut seminar or kuliah dulu,,, aku lebih banyak mendengarkan dari pada mencatat

    cara orang belajar memang beda-beda

  5. hihi bener mb, harus bisa disyukuri kita yang masih bisa menulis tangan dengan bagus, ini mulai kuliah lagi jadi harus banyak2 mencatat di buku catatan. ternyata tulisanku sekarang jelek bangettt..padahal dulu waktu SMA 3 tahun aku menjabat sebagai sekretaris loh yang suka nulis2 di papan tulis..haha

    dulu aku juga suka diminta nulis di papan tulis. 😀 kayaknya tulisanku sekarang juga lebih jelek deh.

  6. benar, terutama saat sedang belajar, menulis pakai tangan akan lebih lama melekat di otaknya karena selain mengingat lewat otak, kita juga mengingat lewat otot … 😀

    iya juga ya: “mengingat lewat otot.” lagian kalau sesuatu yang kita tulis, mengingatnya juga gampang.

  7. Aku skr jg semakin jarang menulis pakai tangan. Kalo nulis awalnya saja bagus dan terbaca dengan jelas… lama2 kok makin jelek dan susah kubaca sendiri yach…

    Ugh… harus sering2 nulis nih

    Salam,

    hihihihi … susah baca tulisan sendiri? kayaknya aku belum sampai seperti itu. jelek sih memang, tapi aku masih bisa membacanya.

  8. aku menulis dengan tangan juga sudah pasti tak terbaca olehmu Kris…soalnya bahasa Jepang hahaha. TAPI benar kita harus tetap latih menulis, karena tanpa disadari kelincahan tangan beperngaruh pada kesehatan otak. Untuk mencegah dimentia selalu disarankan untuk memakai tangan.

    hahaha … kalau bahasa Jepang ya aku nggak bisa bacanya, Mbak 🙂 kayaknya bikin kerajinan tangan juga baik untuk menjaga kesehatan otak ya.

  9. hehehe…jadi inget dulu waktu SD juga sering dapat tugas nulis di papan tulis, pulangnya aku pinjem catatan temen utk kusalin di bukuku sendiri. jadi dua kali baca dan nulis, otomatis jadi belajar juga…

    untuk catatan rumah tangga, kami nulis di whiteboard, kapan bayar listrik, kapan suami harus kluar kota, telp penting: Gas dan air galon.
    untuk nulis tangan, aku nulis jadwal harianku harus ngapain aja mulai dari nyapu masak ngepel nyuci dsb. nah aku nulisnya di balik slip2 belanjaan yg kosong belakangnya. memanfaatkan bidang kosong daripada terbuang gitu doang. hihihi… wah, kayaknya bisa dijadiin posting nih hehehe…

  10. Untuk mencatat penjelasan yang disampaikan oleh pihak lain, juga lebih senang menulis dengan tangan secara manual, untuk membantu konsentrasi mendengar (mengingat dengan otot istilah Mas Hindri). Lah untuk draf tulisan lebih sering dengan bantuan keyboard Jeng. Salam

  11. Tulisanmu ini mengingatkan aku untuk mengisi kembali buku harianku. Sebenarnya saya lebih senang menulis dengan tulisan tangan di buku harian biasa daripada di blog. Di buku harian saya bisa menulis tanpa tata bahasa, tanpa harus terlihat cantik dan bagus penampilannya (terkadang ada bekas air mata juga hahaha…) tapi selalu menjadi sumber refleksi yang sangat menarik. Catatanmu tentang bapak tua itu sungguh mengharukan. Benar sekali kita harus selalu bersyukur untuk semua yang kita peroleh.

    Aku juga senang sebetulnya kalau punya kesempatan menulis tangan, Mbak. Terutama sih untuk menulis buku harian.

Leave a reply to intan rawit Cancel reply